Bimbingan pribadi-sosial merupakan salah satu bidang bimbingan yang ada di sekolah. Menurut Dewa Ketut Sukardi (1993: 11) mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan usaha bimbingan, dalam menghadapi dan memecahkan masalah pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan.
Sedangkan menurut pendapat Abu Ahmadi (1991: 109) Bimbingan pribadi-sosial adalah,
seperangkat usaha bantuan kepada peserta didik agar dapat mengahadapi sendiri
masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya, mengadakan penyesuaian
pribadi dan sosial, memilih kelompok sosial, memilih jenis-jenis kegiatan
sosial dan kegiatan rekreatif yang bernilai guna, serta berdaya upaya sendiri
dalam memecahkan masalah-masalah pribadi, rekreasi dan sosial yang dialaminya.
Inti dari pengertian bimbingan
pribadi-sosial yang dikemukakan oleh Abu Ahmadi adalah,
bahwa bimbingan pribadi-sosial diberikan kepada individu, agar mampu menghadapi
dan memecahkan permasalahan pribadi-sosialnya secara mandiri. Hal senada juga
diungkapkan oleh Syamsu Yusuf (2005: 11) yang mengungkapkan bahwa bimbingan
pribadi-sosial adalah bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan
masalah-masalah sosial-pribadi.
Yang tergolong dalam masalah-masalah sosial-pribadi adalah masalah hubungan
dengan sesama teman, dengan dosen, serta staf, permasalahan sifat dan kemampuan
diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat
mereka tinggal dan penyelesaian konflik.
Bimbingan pribadi/social Bertujuan:
1. Mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan
kepada Tuhan YME.
2. Memiliki pemahaman ttg irama kehidupan yg
bersifat fluktuatif (antara anugrah dan musibah) dan mampu meresponnya dengan
positif.
3. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara
objektif dan konstruktif
4. Memiliki sikap respek thd diri sendiri
5. Dapat mengelola stress
6. Mampu mengendalikan diri dari perbuatan yang
diharamkan agama
7. Memahami perasaan diri dan mampu
mengekspresikannya secara wajar
8. Memiliki kemampuan memecahkan masalah
9. Memiliki rasa percaya diri
10. Memiliki
mental yang sehat
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Pribadi Sosial
Bimbingan pribadi sosial merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam
menyelesaikan masalah-masalah pribadi sosial. Adapun yang tergolong dalam
masalah-masalah pribadi sosial adalah masalah hubungan dengan sesama teman,
dosen, serta staf, pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan
lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal, serta penyelesaian
konflik (Nurihsan, 2006: 15).
Bimbingan pribadi sosial diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan
mengembangkan kemampuan siswa dalam menangani masalah-masalah dirinya.
Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang
seimbang dengan memerhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam
permasalahan yang dialami oleh siswa (Nurihsan, 2006: 16).
Bimbingan pribadi sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang
kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri,
dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan pribadi-sosial
yang tepat (Nurihsan, 2006: 16).
Menurut Sukardi (2007: 54), bidang
bimbingan ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
1. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan
wawasan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan
pengembangannya untuk kegiatan yang lebih kreatif, produktif, dan normatif baik
dalam keseharian maupun untuk peran di masa yang akan datang.
3. Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi
dan penyaluran dan pengembangannya pada/melalui kegiatan yang kreatif dan
normatif dan produktif.
4. Pemantapan tentang kelemahan diri dan usaha
penanggunlanggannya.
5. Pemantapan kemampuan pengambilan keputusan.
6. Pemantapan kemampuan mengarhkan diri sesuai dengan
keputusan yang telah diambil.
7. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidp
sehat jasmani dan rohani.
8. Pemantapan kemampuan berkomunikasi.
9. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan
argumentasi secara dinamis, kreatif, normative dan produktif.
10. Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan
sosial dengan penuh tanggung jawab.
11. Pemantapan hubungan yang dinamis dan harmonis dengan
teman sebaya, orang tua, dan masyarakat sekitar.
12. Orientasi tentang kehidupan berkeluarga.
13. B. Bimbingan Pribadi dan
Sosial (Personal and Social Guidance).
14. Bimbingan pribadi sukar sekali terpisah dari bimbingan
sosial atau sebaliknya, karena masalah pribadi biasanya tidak terlepas dari
masalah sosial.
15. Dikatakan sebagai bimbingan pribadi, jika penekanan
bimbingan lebih pada usaha menangani masalah-masalah pribadi. Sedangkan
bimbingan sosial penekanannya lebih pada penanganan masalah-masalah sosial yang
dihadapi oleh individu.
16. Masalah-masalah pribadi dalam lingkup sekolah umumnya
bercikal bakal dari dalam pribadi individu yang berhadapan dengan situasi
lingkup sekitarnya.
17. Peserta didik sekolah menengah khususnya kerap kali
menghadapi masalah seperti ini. Mereka dalam masa pubertas ataupun adolescent
dengan adanya perubahan-perubahan pesat dalam aspek-aspek psikis, fisiologis
dan sosiologis yang dihadapi mereka.
18. Masalah-masalah sosial yang juga kerap dihadapi oleh
individu dalam hubungannya dengan individu lain atau dengan lingkungan
sosialnya. Masalah itu dapat timbul karena kekurangmampuan individu untuk
berhubungan dengan lingkungan sosialnya, atau lingkungan sosial itu sendiri
yang kurang sesuai dengan keadaan dirinya.
19. Bimbingan pribadi dan sosial di lain pihak tidak lain
adalah seperangkat usaha bantuan kepada peserta didik agar dapat menghadapi
sendiri masalah-masalah pribadi dan sosial, memilih kelompok sosial dengan
memilih jenis-jenis kegiatan sosial yang bernilai guna, serta berdaya upaya
sendiri dalam memecahkan masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya.
B. Bimbingan Pribadi dan
Sosial (Personal and Social Guidance).
Bimbingan pribadi sukar sekali terpisah dari bimbingan
sosial atau sebaliknya, karena masalah pribadi biasanya tidak terlepas dari
masalah sosial.
Dikatakan sebagai bimbingan pribadi, jika penekanan
bimbingan lebih pada usaha menangani masalah-masalah pribadi. Sedangkan
bimbingan sosial penekanannya lebih pada penanganan masalah-masalah sosial yang
dihadapi oleh individu.
Masalah-masalah pribadi dalam lingkup sekolah umumnya
bercikal bakal dari dalam pribadi individu yang berhadapan dengan situasi
lingkup sekitarnya.
Peserta didik sekolah menengah khususnya kerap kali
menghadapi masalah seperti ini. Mereka dalam masa pubertas ataupun adolescent
dengan adanya perubahan-perubahan pesat dalam aspek-aspek psikis, fisiologis
dan sosiologis yang dihadapi mereka.
Masalah-masalah sosial yang juga kerap dihadapi oleh
individu dalam hubungannya dengan individu lain atau dengan lingkungan
sosialnya. Masalah itu dapat timbul karena kekurangmampuan individu untuk
berhubungan dengan lingkungan sosialnya, atau lingkungan sosial itu sendiri
yang kurang sesuai dengan keadaan dirinya.
Bimbingan pribadi dan sosial di lain pihak tidak lain
adalah seperangkat usaha bantuan kepada peserta didik agar dapat menghadapi
sendiri masalah-masalah pribadi dan sosial, memilih kelompok sosial dengan
memilih jenis-jenis kegiatan sosial yang bernilai guna, serta berdaya upaya
sendiri dalam memecahkan masalah-masalah pribadi dan sosial yang dialaminya.
Sumber: Hakikat Bimbingan Konseling (Jenis-jenis, Sifat, Ragam dan Fungsi Bimbingan Konseling) | »Sefrian's Blog™ http://sefrian92.blogspot.com/2011/02/hakikat-bimbingan-konseling-jenis-jenis.html#ixzz1uBTON64d
Bimbingan SosiaL
(Social Guidance) ]
2.1.1
Pengertian Bimbingan
.
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang di dalamnya terkandung
beberapa makna. Guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to
direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur,
atau mengemudikan). Ada yang mengemukakan bahwa guidance mempunyai
hubungan dengan guiding: showing a way (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving
instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing (mengarahkan)
dan giving advice (memberikan nasehat).
Penggunaan istilah bimbingan seperti dikemukakan di
atas tampaknya lebih menekankan proses bimbingan kepada peranan pihak
pembimbing. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan arah perkembangan dewasa
ini, dimana pada saat ini klien lah yang justru dianggap lebih memiliki peranan
penting dan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan bertanggungjawab
sepenuhnya terhadap keputusan yang diambilnya.
Djumhur dan Moh. Surya (1975: 24) berpendapat bahwa
bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan
sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar
tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding),
kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan
dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self
realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian
diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat Di bawah ini ada
pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh atau para ahli
diantaranya:
a.
Menurut Crow dan Crow
Bimbingan adalah
bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria maupun wanita yang memiliki
pribadi yang baik dan pendidikan yang memadai kepada seorang individu dari
setiap usia untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatn hidupnya sendiri,
mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihannya sendiri dan memikul
bebannya sendiri. (Djumhur, 1975: 25)
b. Menurut
Bimo Walgito
Bimbingan adalah
bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan
individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam hidupnya
agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan
hidupnya.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik
kesimpulan, bahwa: (1) bimbingan merupakan upaya untuk memberikan bantuan
kepada individu atau peserta didik. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang
bersifat psikologis, dan (2) tercapainya penyesuaian diri, perkembangan
optimal, dan kemandirian merupakan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan
bimbingan
2.1.2
Pengertian Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial adalah merupakan jenis bimbingan yang
bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi kesulitan-kesuliatan dalam
masalah sosial, sehingga individu dapat menyesuaikan dengan sebaik-baiknya
dengan lingkungan sosialnya.
Mengingat proses perkembangan seorang anak tidak lepas
dri pengaruh lingkungan, terutama lingkungan keluarga yang didalamnya ada orang
tua sebagai pendidik. Oleh karena itu semua aktifitas dan tingkah laku orang
tua serta cara orang tua mendidik anaknya akan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan anak selanjutnya.
Bimbingan
sosial adalah merupakan jenis bimbingan yang bertujuan membantu tujuan individu
dalam memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan didalam masalah sosialnya,
sehingga individu mendapatkan penyesuaian yang sebaik-baiknya dalam lingkungan
sosialnya (Surya, 1975 : 37).
Dengan melihat pengertian bimbingan sosial yang
dipentingkan adalah agar anak mendapatkan kualitas yang baik. Adapun
kegiatan-kegiatan bimbingan dalam "bimbingan sosial" ini, diantaranya
meliputi :
a. Membentuk
kelompok belajar dan kelompok bermain dengan teman-temannya yang cocok
b. Membantu dan mencari
serta memperoleh dan mencapai kesesuaian dalam persahabatan-persahabatan
pribadi
c. Membantu dan
mencari serta memperoleh cara bergaul dan cara berperan dalam kehidupan
berkelompok
d. Membantu dalam
persiapan, agar memperoleh kesesuai-kesesuaian dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan
melihat tujuan dan kegiatan bimbingan sosial tersebut maka ada macam faktor
untuk mempengaruhi misalnya dari segi sosial ekonominya, agar anak mempunyai
kemampuan untuk bergaul, berkomunikasi dan bersahabat dengan orang lain. Teman
sebaya dan anggota keluarga adalah lingkungan yang terdekat dengan anak.
Pengaruh mereka terhadap kemampuan dan perkembangan
serta kepribadian anak sangat penting. Teman serta anggota keluarga dapat
membantu anak untuk menjadi pandai dan kreatif, juga dapat membentuk sikap
bekerja sama serta tahu tenggang rasa didalam hubungan sosial anak, hal ini
sesuai dengan fungsi dari pada kelompok sebaya yaitu sebagai berikut :
a. Mengajarkan
kebudayaan, artinya dalam kelompok sebaya itu mengajarkan suatu kebudayaan yang
berada ditempat itu
b. Mobilitas sosial
yaitu perubahan status yang lain, misalnya : ada middle-class, ada lower-class
dan lain sebagainya
c. Memberikan
peranan posisi yang baru, artinya kelompok sebaya memberikan kesempatan untuk
anggotanya mengisi peranan sosial yang baru (Ahmadi, 1982 : 107).
Untuk itu bimbingan sosial perlu karena sering
terlupakan yang seolah-olah terdesak oleh kebutuhan akan bimbingan-bimbingan
yang jelas penting bagi anak tersebut. Karena dalam proses sosialisasi inilah
individu atau anak akan berkembang menjadi suatu pribadi sosial yang terpandu.
2.1.3 Proses Sosialisasi Dalam Perilaku Anak
Proses sosialisasi anak perspektif fungsionalisme
menurut Robinson Philip (1981: 64), mengatakan sebagai berikut :
Sosialisasi,
seperti belajar, berlangsung terus menerus, selama hidup, namun pada hakekatnya
proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan sikap, ide, pola-pola,
nilai dan tingkah lakunya, terutama melalui kedua orang tuanya dan anggota
keluarganya yang lain sampai pada masyarakat yang lebih luas, dimana akan
berkembang sesuai dengan tingkah laku dan tingkat perkembangannya.
Dalam proses sosialisasi inilah individu atau anak
berkembang menjadi suatu pribadi makhluk sosial, oleh karena itu orang tua
memegang peranan penting dalam hubungannya terhadap proses sosialisasi dan
tingkah laku yang merupakan kesatuan yang integral, yang artinya satu sama lain
tidak dapat dipisah-pisahkan.
Didalam lingkungan keluarga ada tiga tujuan
sosialisasi, yaitu orang mengajarkan kepada anaknya tentang penguasaan diri,
nilai-nilai dan peran sosial.
a. Proses mengajar
anak untuk menguasai diri ini dimulai pada waktu orang tua melatih anaknya
untuk memelihara kebersihannya. Ini merupakan tuntutan sosial pertama dialami
anak untuk bersifat fisik kepada penguasaan diri secara emosinal. Anak harus
menahan kemarahannya kepada orang tua atau saudara-saudaranya.
b. Nilai kebersamaan
dengan latihan penguasaan diri ini kepada anak sambil melatih anak menguasai
diri agar permainannya dipinjam kepada temanya, anak diajarkan nilai-nilai
kerjasama dan anak diajarkan penguasaan secara bertanggung jawab. Untuk itu
anak diajarkan nilai-nilai sukses dalam suatu pekerjaan.
c. Mempelajari
peranan-peranan ini terjadi melalui hubungan dalam keluarga. Setelah diri anak
berkembang kesadaran diri sendiri membedakan dirinya dengan orang lain. Anak
mulai mempelajari peranannya sebagai laki-laki atau perempuan (Vembiarto, 1997:
76).
Proses sosialisasi mempelajari peranan kemudian dilanjutkan
dilingkungan yang lebih luas, seperti kelompok-kelompok yang terorganisir.
Karena secara sosiologis. Lingkungan sosial mencakup lingkungan yang sangat
luas, oleh karena itu berintikan pada interaksi atau hubungan sosial. Peranan
lingkungan sosial tampaknya masih sangat besar apabila dibandingkan dengan
peranan keluarga terutama pada lapisan masyarakat menengah ke bawah. Bahkan
dapat dikatakan faktor-faktor eksternal lebih besar peranannya dalam
pembentukan kepribadian seseorang.
Didalam lingkungan formal yaitu sekolah, sangat
mempengaruhi pola hidup anak-anak sebab kelompok sepermainan biasanya tumbuh
dilembaga-lembaga formal tersebut. Selain itu mutu guru-guru dan mutu sekolah
juga sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak-anak. Untuk itu keluarga
harus mampu memerankan proses sosialisasinya khususnya anggota tersebut, agar
anggotanya berhasil dalam pergaulan atau penyesuaian didalam hubungan
sosialnya. Didalam interaksi atau hubungan sosial anak dengan orang tua yang
baik dan wajar merupakan suatu bekal bagi kemungkinan untuk menjadi anggota
masyarakat yang baik. Sebaliknya apabila hubungan dengan keluarga kurang
harmonis atau kurang baik maka kemungkinan besar interaksi sosial atau
penyesuaian sosialnya tidak baik pula didalam lingkungan masyarakatnya.
Dengan demikian bimbingan sosial yang bersifat
universal dan multi fungsional baik dalam pengawasan sosial, pendidikan sebagai
emosional anak, sumber kasih sayang, pendidikan keagamaan, perlindungan,
tanggung jawab kedisiplinan, kesopanan dilakukan dalam keluarga terhadap
anggota-anggota dan masyarakat.
2.1.4 Ciri dan Sifat Perkembangan Tingkah Laku
Anak
Masa anak disebut juga masa puber harus dianggap
sebagai periode tumpang tindih karena mencakup tahun-tahun akhir masa
kanak-kanak dan tahun akhir masa remaja. Menurut Kartono, (1990 : 92 ) :
Masa
pueral atau pra pubertas ini ditandai oleh berkembangnya tenaga fisik yang
melimpah-limpah, keadaan tersebut menyebabkan tingkah anak kasar, canggung,
kurang begitu sopan, liar dan lain-lain.
Perkembangan tingkah laku ini seirama dengan
perkembangan kepribadian, karena kepribadian merupakan suatu konsepsi yang
hanya dapat didekati secara fenomologis melalui tingkah laku dan ungkapan,
gambar diri manusia. Dari ilmu pengetahuan dapat dikatakan bahwa dalam
perkembangan tingkah laku amat menunjukkan perubahan yang begitu besar dan
menyolok dari masa sebelumnya. Dan dengan melakukan persepsi terhadap dunia
sekitarnya. Disamping terhadap diri sendiri yang menimbulkan kesadaran akan
sosial serta perkembangan psikopisinya.
Adapun pola-pola tingkah laku sosial dimaksud secara
ringkas sebagai berikut:
a. Tingkah laku
yang terarah yang mendapatkan pemuasan terhadap kebutuhan agar diterima oleh
orang lain.
b. Tingkah laku terarah
untuk mendapatkan pemuasan dan penerimaan dan terakhir penolakan dari orang
lain.
c. Tingkah laku
yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan agresif semata-mata.
Sedangkan menurut Suyanto (1988 : 123) mengatakan
bahwa tiap-tiap sifat-sifat anak adalah sebagai berikut:
a. Egocentris,
artinya segala sesuatu ingin dipusatkan kepadanya, demi kepentingannya ia
menuntut agar seluruh lingkungan berada dibawah kekuasaannya.
b. Suka menentang,
membantah, segala permintaan, suruhan, larangan, anjuran, keharusan dan sebagainya.
c. Ia selalu
berusaha menarik perhatian, semua orang yang ada disekitarnya harus
memperhatikannya.
d. Ia selalu menuntut
kebebasan.
e. Dia selalu
meminta untuk dihargai, dipuji dan tidak mau dicela, dipersalahkan atau
dianggap tidak mampu.
f. Keberaniannya
bertambah, rasa takutnya mulai kurang
Untuk bertingkah laku yang baik anak harus bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungannya demi kelangsungan hidupnya. Dalam
penyesuaian diri ini tidak bisa berlangsung sewenang-wenang karena adanya
norma-norma, baik norma itu berupa aturan-aturan hokum tata tertib yang
tertulis maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, sopan santun
dilingkungan kelompok maupun masyarakat.
Dan orang tua perlu bekerja sama dengan para pendidik
sekolah karena pada usia ini sering juga anak menunjukkan tingkah laku yang
kurang sesuai dengan teman-teman sebaya untuk berkumpul bersatu, bersama-sama
mencapai atau mencari identitas dirinya dalam perkembangan kepribadiannya.
2.1.5
Kebutuhan Sosial Psikologi Anak
Sebagai seorang individu, sebagai anak remaja bahwa
setiap manusia kompleks dan unik. Meskipun demikian secara umum masing-masing
individu berbeda dalam bertingkah laku, yang pada prinsipnya berjuang untuk
memenuhi kebutuhannya.
Dalam prilaku juga dipertimbangkan kebutuhan-kebutuhan
hidupnya, pada umumnya mulai kebutuhan pokok yang bersifat psikologis seperti :
sandang, pangan dan papan yakni tempat berlindung sampai pada
kebutuhan-kebutuhan sosial dan psikologis.
Adapaun kebutuhan-kebutuhan anak menurut Darajat (1974
: 215) sebagai berikut :
a.
Kebutuhan akan kasih sayang
b.
Kebutuhan akan rasa nyaman
c.
Kebutuhan akan harga diri
d.
Kebutuhan akan kebebasan
e.
Kebutuhan akan rasa sukses
f.
Kebutuhan akan mengenal
Kebutuhan sosial dimaksud diatas adalah keinginan
untuk diterima orang lain, untuk mengadakan hubungan dan di hubungi orang lain
sehingga dapat hidup berkelompok dan bekerja sama. Tidak hanya dalam keluarga
sendiri tetapi juga dalam lingkungan masyarakat. Kebutuhan akan kasih sayang,
kebutuhan akan rasa ingin tahu (untuk memperoleh pengalaman baru), kebutuhan
akan rasa aman (untuk tentram), kebutuhan untuk mendapatkan perhatian orang
lain (rasa akan harga diri), kebutuhan akan kebebasan dan kebutuhan akan
sukses. Keinginan akan hidup berkelompok biasanya didorong oleh rasa senang dan
apabila dapat bergaul dan diterima dalam kelompok, disamping itu adanya rasa
memenuhi kebutuhan dirinya terhadap orang lain.
Dan untuk kebutuhan tersebut sering dirasakan oleh
anak dalam pergaulan-pergaulan dalam masyarakat atau disekolah, baik terhadap
teman-teman maupun terhadap guru, karena interaksi dan mofikasi dari dasar
kepribadian dan pola-pola sikap anak dan telah diperoleh melalui pertumbuhan
dan perkembangannya akan dialami secara lebih meluas, apabila si anak tersebut
memasuki sekolah yang lebih tinggi.
2.1.6 Tingkah Laku Sosial Anak
Anak mempunyai kebutuhan untuk mengerti dan memahami
persoalan-persoalan tertentu, rasa bebas dari persoalan-persoalan tertentu
dalam memberikan rasa kasih sayang, rasa tenang dan aman pada seseorang, karena
mereka telah memahami tentang persoalan-persoalan yang ingin difahami. Unutk
itulah apabila kebutuhan-kebutuhan seseorang terpenuhi maka tingkah lakunya
yang kemungkinan menyimpang dapat dihndari. Mengingat bahwa tingkah laku anak
juga menunjukkan ciri dan sifat yang telah diuraikan dimuka. Disamping itu anak
juga mempunyai kemauan dan tingkah laku yang positif yang perlu dikembangkan
dan ditunjukkan. Anak-anak juga mampu seorang individu yang berdiri sendiri dan
dapat membina hubungan baik dengan lingkungannya. Adapun tingkah laku sosial
anak menurut Sulastri (1983 88) :
a. Menghayati
sukses-suksesnya dalam kelompok pada pengalaman-pengalaman dan keberhasilannya.
b. Turut serta
menimbulkan tanggung jawab kelompok
c. Menyatakan rasa
kasih sayang kepada anggota keluarga, teman dan orang lain
d. Menyatakan kesediaan
dan kesetiaan kepada kelompoknya.
Adapun tingkah laku sosial anak tersebut diatas adalah
sebagai berikut :
a. Disiplin dalam
menyatakan kesediaan dan kesetiaan kepada kelompok, artinya ikut tanggung jawab
dalam kegiatan sosial sebagai seorang dewasa yang bertanggung jawab,
menghormati, serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
lingkungannya.
b. Tanggung jawab,
maksudnya anak turu serta menimbulkan tanggung jawab kelompok, dan mampu
memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan.
c. Kesopanan,
dalam arti anak mampu dan dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut
jenis kelamin masing-masing sesuai dengan norma-norma masyarakat.
d. Kejujuran, dalam arti
anak mampu menghayati sukses-sukses dalam kelompok, juga pengalamn-pengalaman,
keberhasilan dan tingkah laku di lingkungannya kepada kelompok.
2.1.7 Bidang
Bimbingan Sosial Meliputi Kegiatan Pemberian Orientasi
a.
Susunan kehidupan dan tatakrama tentng hubungan sisial disekolah, baik sesama
teman, guru, wali kelas, maupun staf sekolahan lainnya.
b.
Peraturan dan tatatertib memasuki/ menggunakan kantor, kelas, perpustakaan,
laboratorium dan fasilitas lainnya.
c.
Lingkungan sosial masyarakat lingkungan sekolah dengan berbagai bentuk tuntutan
pergaulan dan kebiasaan masyarakat.
d.
Wadah yang ada disekolah, yang dapat membantu dan meningkatkan serta
mengembangkan hubungan sisial siswa seperti OSIS, Pramuka, UKS, PMR, kesenian
dan sejenisnya.
e.
Organisasi orang tua dan guru.
f.
Adanya pelayanan bimbingan sosial bagi para siswa.
2.2 Rasa
Rendah Diri
2.2.1 Pengertian Rasa
Rendah Diri
Penelitian awal dalam bidang ini dipelopori oleh Alfred Adler, yang menggunakan
contoh kompleks yang dialami Napoleon untuk mengilustrasikan teorinya. Beberapa
ahli sosiologi berpendapat bahwa kompleks rendah diri juga dapat dirasakan pada
tingkatan yang lebih luas, yaitu pada suatu budaya dari bangsa tertentu. Bangsa
yang mengalaminya di antaranya Australia dan beberapa bangsa yang pernah
dijajah lainnya.
Aliran Adler menunjukkan perbedaan antara rasa rendah
diri primer dan sekunder. Rasa rendah diri primer berakar dari pengalaman
sebenarnya dari anak saat dia lemah, tak berdaya, dan tergantung pada orang
lain. Perasaan demikian bisa lebih meningkat saat dibandingkan dengan sesamanya
atau dengan orang dewasa. Rasa rendah diri sekunder berhubungan dengan
pengalaman orang dewasa saat ia gagal mencapai tujuan akhir yang tidak disadari
dan fiktif berupa keamanan subjektif dan berhasil mengkompensasi perasaan
rendah dirinya. Jauhnya pencapaian tujuan akan membawa pada perasaan kurang
yang akan mengembalikan perasaan rendah dirinya; gabungan perasaan rendah diri
demikian akan sangat terasa. Tujuan yang ditentukan untuk menghilangkan rasa
rendah diri pertama yang bersifat primer justru menjadi penyebab rasa rendah
diri kedua yang bersifat sekunder. Lingkaran setan biasa dialami oleh penderita
neurosis.
Rendah diri tidaklah sama dengan rendah hati, meskipun
keduanya memiliki simtom yang mirip yaitu tidak menonjolkan apa yang ada pada
dirinya kepada orang lain. Perbedaan utamanya, rendah hati didasari niat tidak
mau membanggakan diri, sedangkan rendah diri adalah karena merasa tidak ada
yang bisa dibanggakan dari diri sendiri
Menurut Hendranata (2005:19),rasa rendah diri, adalah perasaan bahwa seseorang
lebih rendah dibanding orang lain dalam satu atau lain hal. Perasaan demikian
dapat muncul sebagai akibat sesuatu yang nyata atau hasil imajinasinya saja.
Rasa rendah diri sering terjadi tanpa disadari dan bisa membuat orang yang
merasakannya melakukan kompensasi yang berlebihan untuk mengimbanginya, berupa
prestasi yang spektakuler, atau perilaku antisosial yang ekstrim, atau keduanya
sekaligus. Tidak seperti rasa rendah diri yang normal, yang dapat mendorong
pencapaian prestasi, kompleks rasa rendah diri adalah berupa keadaan putus asa parah,
yang mengakibatkan orang yang mengalaminya melarikan diri saat mengalami
kesulitan.
Sedangkan Ubaydillah (2007:75) mengatakan bahwa :
Perasaan
rendah diri adalah bentuk sikap yang timbul dari perasaan seseorang yang merasa
dirinya serba kurang dari orang lain, dan perasaan ini ditimbulkan oleh
sifat-sifat negatif yang dimiliki seseorang dan bisa juga terjadi karena
perasaan terlalu kejam menghakimi diri sendiri.
Rendah
diri terjadi karena menjadikan orang lain sebagai referensi utama tentang
keberhasilan, kepandaian, kesuksesan, dan kebahagiaan. Bukan sekedar pembanding
atau pemacu semangat, mereka adalah simbol kemenangan sehingga terjadilah
perasaan kalah dalam pertandingan semu. Ini menjadi hal yang mempersulit
kemampuan melihat diri sendiri, menikmati semua karunia yang telah diterima,
dan menjauhkan diri dari pergaulan yang sehat dan wajar, atau memaksa memakai
topeng sebelum menghadapi orang lain.
Rendah diri adalah ironi, karena faktor utamanya
adalah ketakutan direndahkan oleh orang lain yang dianggap sebagai acuan, yang
memicu adanya pagar maya menghambat perjuangan ambisi, tidak berani bersaing,
dan tidak percaya pada kemampuan sendiri untuk mencoba. Lalu lingkaran setan
terjadi, ketika kegagalan untuk menunjukkan diri segera menjadi umpan balik
bagi meningkatnya perasaan rendah diri layaknya bola salju yang terus
menggelinding dan membesar, hingga semakin jauh terbenam. Dan semakin tenggelam
oleh perasaan.
2.2.2
Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Rasa Rendah Diri
Penyebab rasa rendah diri antara lain dapat karena
cacat fisik, aib keluarga, keterbatasan ekonomi keluarga, pola pendidikan
keluarga, teman bermain, peristiwa memalukan ataupun iklim sekolah yang tidak
kondusif.
Seperti telah dikemukakan diatas bahwa sikap rendah
diri timbul karena perasaan negatif yang timbul dari perasaan sendiri misalnya
cacat jasmani sehingga merasa tidak normal, tidak sama dengan orang lain, bisa
juga karena merasa tidak sepadan dengan teman-teman sepergaulan karena
pendidikan yang jauh lebih rendah dengan yang lainnya, atau derajat kekayaan
yang menjadi tolok ukurannya, maka lahirlah istilah kaum Jetzet atau anak
gedongan sebagai golongan orang kaya. Juga ada anak bawang, bahkan anak singkong
untuk golongan orang miskin.
Ubaydillah (2007:81) menyebutkan faktor-faktor
penyebab rendah diri antara lain :
a. Saat lahir -
setiap orang lahir dengan perasaan rendah diri karena pada waktu itu ia
tergantung pada orang lain yang berada di sekitarnya.
b. Sikap orangtua -
memberikan pendapat dan evaluasi negatif terhadap perilaku dan kelemahan anak
di bawah enam tahun akan menentukan sikap anak tersebut.
c. Kekurangan
fisik - seperti kepincangan, bagian wajah yang tidak proporsional, ketidakmampuan
dalam bicara atau penglihatan mengakibatkan reaksi emosional dan berhubungan
dengan pengalaman tidak menyenangkan sebelumnya.
d. Keterbatasan mental -
membawa rasa rendah diri saat dilakukan perbandingan dengan prestasi tinggi
dari orang lain, dan saat diharapkannya penampilan yang sempurna padahal
aturannya pun tidak dipahami.
e. Kekurangan
secara sosial - keluarga, ras, jenis kelamin, atau status sosial.
Perlu
disadari bahwa penyakit rendah diri itu betul-betul adalah perasaan sendiri,
yaitu takut tidak pantas, takut dipandang bodoh, takut keliru, takut tidak
ditanggapi, dan jadinya selalu menilai diri sendiri kurang ini, kurang itu
selalu serba salah dan jadi kuper (Kurang Pergaulan), Kerena untuk bergaul
diperlukan perasaan Percaya Diri yang kuat.
2.2.3
Bahaya dari Rasa Rendah Diri
Menurut seorang para tokoh ilmu jiwa, bahwa dalam
pribadi seseorang sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan mendasar,
diantaranya adalah dorongan ingin berkuasa untuk pembentukan sebuah harga diri
seseorang.
Jika dorongan ambisi ingin berkuasa dalam bentuk
apapun selalu tertekan atau terpendam maka akan timbul harga diri yang
berkurang yaitu istilah populernya Rendah diri atau Minder. Rasa rendah diri,
tidak dalam kamus orang yang kreatif, baik dalam bentuk pikiran atau dalam
bentuk tindakan, Tapi hal ini akan berakibat buruk bagi orang yang tidak bisa
berfikir kreatif apalagi tidak bisa berfikir sehat
a. Rendah diri itu berbahaya. Meskipun ia
tidak melanggar hukum sehingga siapa saja boleh merasakannya, dan tak ada
seorangpun bisa mencegahnya, namun rendah diri membawa dampak menghilangnya
potensi-potensi keragaman keindahan yang belum sempat muncul. Rendah diri bisa
membuat gampang menyalahkan orang lain dan keadaan. Ia bisa menimbulkan
perasaan iri tanpa juntrungan, memicu pribadi bertopeng dan pencari jalan
pintas. Bahkan rendah diri bisa menyebar dan menular bagai wabah ketika
akhirnya definisi tentang keberhasilan dan kemenangan menjadi homogen oleh
mereka yang memiliki cara pandang sama dan itu-itu saja.
b. Rendah diri adalah potensi kesombongan. Kala
ukuran kesuksesan dilihat dari kulit luar, maka ketika menganggap diri telah
mencapai standar tersebut, ia bisa menjadi sombong dan merendahkan orang lain
seperti waktu sebelumnya ia merasa direndahkan lingkungannya. Merendahkan diri
sendiri maupun merendahkan orang lain, adalah sama-sama bentuk dari rasa tidak
berterima kasih atas segala anugerah dari Sang Maha Pengatur. (Ubaydillah,
2007:83)
c. Perasaan ini bisa dimanifestasikan dalam
bentuk penarikan diri dari kontak sosial atau pencarian perhatian yang
berlebihan dari orang lain, kritik, kepatuhan berlebihan, dan perasaan
khawatir.
Ternyata
hampir semua orang mempunyai perasaan rendah diri, tapi kadar penyakit rendah
diri ini berbeda satu dengan yang lain dan hasilnyapun akan jauh berberda dari
cara seseorang memeranginya. Maka Napoleon Bonaparte menasihati demikian:
"kalau penyakit rendah diri hinggap pada anda, segeralah perangi sekuat
tenaga dengan hal-hal positif. Dan sadarilah bahwa tidak satupun mahluk didunia
ini yang sempurna. Seperti kata pepatah : tak ada gading yang tak
retak".
Ciri ciri rendah diri antara lain : suka menyendiri,
suka menahan keinginannya sendiri, takut diremehkan orang lain, bersikap ekstra
hati hati, menolak ke keramaian, merasa diri penuh kekurangan dan tidak percaya
bahwa dirinya memiliki kelebihan yang unik.
2.2.4 Upaya-upaya Mencegah Timbulnya Rasa Rendah
Diri
Hendranata (2005:22) menyebutkan cara-cara yabng
ditempuh untuk mencegah timbulnya rasa rendah diri, antara lain dengan :
a. Menerima diri
apa adanya dan bersikap terbuka terhadap orang lain
b. Bersedia mengakui
kelebihan dan kekurangan orang lain
c. Belajar
mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri
d. Mengambil hikmah atas
kekurangan diri sendiri dan berfokus dan terus meningkatkan kelebihan diri
e. Senantiasa
berfikir positif
f. Bersahabat
dengan segala lapisan namun tetap memilih teman teman yang positif
g. Ikut aktif dalam
kegiatan sekolah, sosial, keagamaan dsb.
Disamping itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
berkaitan dengan upaya mengatasi rasa rendah diri :
a.
Membangun imunitas dalam diri
Upaya
pertahanan terbaik adalah membangun imunitas dalam diri kita agar mampu
mengatasi efek kejadian tidak terduga tersebut. Untuk meraih imunitas internal
tersebut mulailah dengan keyakinan bahwa kita bisa bertahan hidup. Selanjutnya,
kewajiban kita menunjukkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, keluarga, serta kerabat
bahwa kita yakin bisa berbuat yang terbaik untuk bisa bertahan hidup. Jadi,
kita bukanlah tipe orang yang mudah menyerah, apalagi menunjukkan ketakutan
atau kelemahan dalam menghadapi hidup ini.
b.
Kerja keras
Rasa
rendah diri memang bisa terasa mendasar bila melihat kenyataan melihat orang
cacat fisik, kesadaran akan asal ras tertentu, kurang pendidikan, kemiskinan,
atau keturunan yang tidak baik di mata masyarakat. Mereka harus lebih
kompetitif dan tidak dilanda rasa iri hati atas kesuksesan teman lain. Untuk
itu pula kita harus bekerja keras seperti halnya orang difabel yang punya
prestasi luar biasa, seperti Hellen Keller, Beethoven, Thomas Alva Edison.
Yang
membuat mereka sukses adalah filosofi "Bergembiralah dengan rasa rendah
dirimu karena justru dengan perasaan itu kita bisa sukses". Dengan
demikian akhirnya kita menyadari selama ini kita terbelenggu
"kecenderungan terlampau mengasihani diri dan menghabiskan energi untuk
meratapi takdir dengan berharap punya orangtua baru, masa anak-anak baru, tahu
cara berganti warna kulit, dan sebagainya. Ubahlah segera pola pikir kompensasi
negatif menjadi kompensasi positif dengan cara mengubah ungkapan "Saya
tidak bisa" menjadi "Saya bisa".
c.
Hindari menjadikan diri sendiri menjadi musuh
Hindari
menjadikan dirimu sendiri jadi musuhmu dengan selalu mengasihani diri karena
mengasihani diri sendiri merupakan sarana bagi kehancuran diri kita. Seseorang
yang tidak bisa menghargai diri sendiri adalah orang yang selalu berada dalam
keraguan. Bersemangat dan berkontribusi sekecil apa pun dalam roda kehidupan
memang tidak akan membuat diri kita penuh kebahagiaan, tetapi paling tidak bisa
menangkal kebebalan otak kita selama ini. Penyaluran hobi musik, seni, sastra,
olahraga, juga bisa menjadi penyembuh rendah diri.
d.
Disiplin dan tanggungjawab
Lakukanlah
hal-hal yang tadinya kita hindari dengan penuh disiplin dan tanggung jawab.
Misalnya, karena merasa bentuk tubuh kita kurang cocok untuk berdansa, maka
kita bisa saja menghindari dansa. Untuk itu, mulailah memutuskan belajar
berdansa dengan disiplin yang baik sehingga keterampilan yang kita miliki
menjadi sesuatu yang membanggakan dan dengan sendirinya kita akan melupakan
kekurangan bentuk tubuh kita.
e.
Berani memutuskan
Jadi,
kita harus berani memutuskan menghadapi hal-hal yang kita takutkan sebelumnya.
Berlatihlah mengungkapkan ide saat berdiskusi dengan teman dan beranikanlah
mulai bertanya kepada guru yang mengajar manakala tidak memahami apa yang
diterangkan guru.
Bagi orang yang berfikir kreatif dan berfikir positif
maka perasaan rendah diri ini akan diolah, dijadikan semacam energi untuk
menghidupkan semangat juang yang tak kunjung padam untuk mengejar
kekurangan-kekurangannya. Ia akan bersemangat untuk mengejar sukses dalam
meraih cita-citanya untuk menutupi kekurangannya, yang mana bisa berakibat
menimbulkan perasaan rendah diri tersebut. Sikap ini sangat berguna sekali bagi
orang-orang tersebut karena apapun yang menjadi kekurangannya dalam hal
bersaing dengan orang lain pasti dia lebih giat mencari tahu dengan belajar,
membaca, ikut kursus dan sebagainya untuk mencari sumber-sumber untuk menambah
pengetahuannya.
Bagi orang yang selalu berfikir negatif dan tidak bisa
berfikir realistis atau berakal sehat, maka perasaan rendah diri yang sudah
terbentuk akan semakin berat menekan harga dirinya, Dan kalau perasaan Rendah
diri ini terus menerus tidak mendapat saluran, akan menimbulkan rasa
jengkel, baik pada diri sendiri atau pada orang lain dan lahirlah sikap
iri hati, dengki, apatis (tidak perdulian), rasa takut untuk bertindak, benci
terhadap lingkungannya (bersikap curiga). Dan yang paling berbahaya suka
menjadi orang yang sombong (sok) yaitu untuk menutupi kekurangannya dia bisa
bertindak sok tahu, sok berani, sok ngatur, sok ngebos, sok jagoan dan
sebagainya. Sehingga menimbulkan juga kebencian dari lingkungannya sendiri,
karena bisanya orang yang dihinggapi perasaan rendah diri sering menjengkelkan
lingkungannya sendiri baik keluarga, teman, atau masyarakat pada umumnya.
Biasanya didalam diri orang yang merasa rendah diri,
sering ditemukan potensi yang luar biasa dilain bidang (pada suatu bidang
tertentu). Banyak orang yang menjadi jutawan dan terkenal karena berhasil
menguasai perasaan rendah dirinya.
Dr.
William Neaston (dalam Hendranata, 2005 :24) mengemukakan pendapatnya bahwa:
"Banyak orang berpendidikan hebat justru tidak pernah melahirkan ide hebat
yang baru atau daya cipta yang baik, sebaliknya orang tertentu yang hanya
tamatan sekolah dasar atau sekolah lanjutan atas saja mampu mencapai hasil
gemilang, karena daya kreatifitasnya yang tak ternilai". Mereka percaya
pada kemampuan diri sendiri dan penuh daya upaya yang aktif. Jangan rendah
diri. Hidup hanya sekali harus dinikmati dan dijalani dengan penuh percaya
diri. Berjuang dan bersyukur tak berhenti.
2.3 Pengaruh Bimbingan Sosial (Social
Guidance) Terhadap Penanganan Siswa Yang Rendah Diri
Setiap individu atau siswa yang
satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan yang khas, maka dalam proses
belajar mengajarnya pasti akan menemui berbagai hambatan atau permasalahan yang
muncul. Permasalahan tersebut baik yang berasal dari dalam dirinya sendiri,
keluarga, lingkungan sekolah atau lingkungan masyarakatnya.
Melalui Bimbingan sosial adalah merupakan jenis
bimbingan yang bertujuan membantu tujuan individu dalam memecahkan dan
mengatasi kesulitan-kesulitan didalam masalah sosialnya, sehingga individu
mendapatkan penyesuaian yang sebaik-baiknya dalam lingkungan sosialnya.
Mengingat para peserta didik merupakan individu yang
berada pada masa-masa tranisisi yakni dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa
seringkali ditemui rasa rendah diri/minder pada siswa, karena pada dasarnya
rasa rendah diri ada dalam setiap orang. Untuk mengatasinya perlu adanya
pembinaan sikap sosial remaja mulai dari masa-masa transisi awal ini.
Penanganan secara dini dan professional yang mengarah
pada perbaikan dan pencegahan meluasnya permasalahan yang dihadapi siswa
sangatlah dibutuhkan. Hal ini perlu perhatian yang serius dari berbagai pihak
yang berkaitan dengan kegiatan belajar siswa disekolah maupun diluar sekolah.
Salah satu personil sekolah yang mempunyai kepentingan dan kewajiban secara
langsung menangani permasalahan ini adalah konselor sekolah atau petugas
bimbingan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar